Kamis, 05 Maret 2015

Kepada Sosok yang Tak Pernah Lelah Menyebut Namaku dalam Doa

Tak terhitung sudah berapa kalimat keluh kesah yang kuucapkan dihadapanmu, ditambah dengan rengekan manja dan air mata yang keluar di sudut mata. Namun tak sedikitpun engkau lelah mendengarkan dengan senyum merekah. Kemudian kau ucapkan sepatah dua patah kata di telingaku. Seketika menghentikan derai air mata, menenangkan.

 

Satu dua katamu mengalahkan ribuan keluhanku. 


Tak terkira sudah berapa kali aku membuatmu kecewa. Kebohongan yang kuanggap sepele, nada tinggi yang tak kusadari saat berucap, hingga menolak permintaan sederhanamu. Memang tak engkau tunjukkan sedikitpun raut wajah kesedihan. Namun oh sungguh, meski sekilas, sorot matamu menyiratkan kekecewaan. Hatimu terluka.

Tak kupahami mengapa begitu sering hal kecil mampu membuatmu khawatir akan keselamatanku. Terkadang aku jengkel, malu, bahkan beberapa kali marah karena kekhawatiranmu yang terlalu berlebihan. Bahkan sampai meneleponku 10 kali jika aku belum mengabari apakah aku telah aman di rumah atau belum. Tak jarang berderet pertanyaan muncul, begitu detail tentang kegiatan yang akan aku lalui hari itu, untuk memastikan semuanya aman untukku. Hingga ini membuatku mengeluh dalam hati, 

 

"Aku kan bukan gadis kecil lagi,"


Namun tak kusadari pula, semua yang engkau lakukan membawa arti besar dalam hidupku. Kini saat aku beranjak dewasa, aku baru mengerti. Semua perhatian, raut wajah cemas, deretan tanya yang tak kunjung habis adalah untuk kebaikanku. Sungguh, begitu terlambat kusadari ini.

Lihatlah, sudah lewat banyak tahun namun senyum itu tidak memudar. Nada lembut itu tak pernah hilang. Pelukan itu tetap hangat menenangkan setiap aku pulang. Bahkan untaian ayat suci dan doa tak pernah henti terucap di keheningan malam maupun teriknya siang.

 

Oh Tuhan, apa yang selama ini telah kulakukan?


Mama, sungguh maafkan aku
Maafkanlah anakmu yang tak tahu diri ini.
Maafkan segala keluh kesah manjaku. Derai tangis yang membebani pikiranmu. Nada tinggi yang tak pernah kusadari keluar begitu saja hingga melukai hatimu. Semua hal yang mengecewakanmu. Semua rasa jengkel yang menggumpal karena tak paham arti kekhawatiranmu.

 

Maafkan anakmu ini, Ma


Kini baru kurasakan kerinduan yang luar biasa setelah aku berada jauh dari rumah. Aku rindu melihat senyummu, Ma. Aku rindu pelukmu yang selalu bisa tenangkan aku.

Namun dengan jarak yang terbentang ini, akan menguji ikrarku padamu, Ma. Aku akan membahagiakanmu. Mencapai gelar sarjana, mengenakan toga dan berdiri di hadapan ribuan wisudawan juga orangtua lainnya. Begitu bangga berdiri sebagai anakmu, Ma. Lantas melihat air mata mengalir di pipi dan senyummu merekah penuh haru saat kukatakan,

 

"Kucapai semua ini untukmu, Ma,"


Tuhan, kumohon, bahagiakanlah ibuku di dunia dan di akhirat kelak. Lindungi ibuku, Tuhan.

Kepada Mama, sosok yang tak pernah lelah menyebut namaku dalam doa, engkau akan selalu menjadi wanita yang paling kucintai. Tunggu gadis kecilmu ini pulang, Ma.


Salam,
gadis kecilmu yang beranjak dewasa


Tidak ada komentar:

Posting Komentar