Jumat, 24 April 2015

Sederhananya Hidup Kita


Assalamualaikum, sahabat blog!
Salam paling hangat kusampaikan dari kota pelajar, Yogyakarta. Pagi ini aku menyempatkan duduk di hadapan laptop, untuk berbagi sedikit inspirasi yang aku dapatkan ketika aku mengikuti salah satu mata kuliahku di semester ini. Sesuai dengan judul pagi ini, mengenai betapa sederhana sebenarnya hidup kita ini. Oh ya, untuk judul saja aku sudah mengutip kata-kata dosen luar biasaku di mata kuliah tersebut.
Itu benar, teman-teman. Hidup kita sebenarnya sangat sederhana. Kuncinya terletak pada dua kata ini: sabar dan syukur.
Seringnya kita mengeluhkan hal-hal yang tidak seharusnya dikeluhkan. Bahkan untuk sesuatu yang terdengar sepele atau sudah menjadi rutinitas kita setiap harinya. Seringnya kita mengeluhkan betapa banyaknya tugas kuliah, ditambah kuis, UTS dan diakhiri dengan UAS. Kesibukan di luar itu juga sudah menunggu, seperti kegiatan rapat pleno acara besar atau rapat rutin organisasi. Banyak dari kita yang mengeluh lelah atau tidak punya waktu bermain karena kesibukan itu.
Hal yang lebih kecil lagi, kita sering mengeluhkan jadwal kuliah yang terlalu pagi. Padahal sudah bisa membuat jadwal sendiri, tapi tetap saja ujung-ujungnya mendapat kelas pagi setiap hari. Kita mengeluh dengan masalah tidak bisa bangun pagi.
Kadang, ada juga keluhan yang membuat tersenyum sendiri. Yaitu ketika beberapa dari kita mengeluh betapa lamanya kelas 3 sks, hampir dua setengah jam mendengarkan dosen yang sama, duduk di tempat yang sama dan dengan posisi yang sama. Aku akui, ini tidak mudah karena bisa membuat bosan, mengantuk dan tidak konsentrasi lagi karena mahasiswa lain mulai ribut.
Dari 3 contoh sederhana di atas, yang sering terjadi pada orang lain, atau bahkan pernah kita alami sendiri, apakah teman-teman pernah berpikir, bahwa sebenarnya keluhan yang terucap itu tidak meringankan kelelahan, kebosanan dan kebiasan sulit bangun pagi itu?
Kita selalu punya pilihan dalam hidup ini. Pada contoh pertama, kita mengeluhkan sesuatu yang menjadi risiko kita sejak awal. Rutinitas kita setiap hari. Apakah dengan mengeluh kelelahan itu akan terobati secara otomatis? Tentu tidak, kan? Sebenarnya kita punya pilihan untuk mengatasi masalah itu. Pertama, kita tetap menjalankan rutinitas itu dengan ikhlas dan sabar, mencoba untuk mencintai rutinitas itu. Kedua, kita jalankan namun hanya setengah hati, sehingga kita tidak mendapatkan apa-apa. Atau yang ketiga, kita tinggalkan semuanya dan kita tidak akan pernah menjadi orang yang sukses karena kita enggan bekerja keras. Pilihan yang cukup jelas, kan?
Pernahkah teman-teman berpikir bahwa betapa indahnya hidup kita yang dipenuhi oleh kegiatan menyenangkan dan produktif itu. Banyak di luar sana, anak muda seperti kita yang terkekang oleh situasi dan keadaan, membuat mereka tidak bisa kuliah seperti kita. Tidak bisa mencecap pendidikan yang layak karena masalah ekonomi yang tidak memungkinkan. Atau bisa jadi, mereka yang terjerat oleh ketidakmampuan secara fisik untuk melakukan banyak hal. Sedangkan kita, kita yang sehat dan diberi kemampuan oleh Tuhan untuk menjadi generasi yang produktif, justru mengeluh dan tidak bersyukur. Bagaimana jika Tuhan mencabut kenikmatan bernapas dan tubuh yang sehat itu dari diri kita? Masih bisakah kita bahkan sekedar untuk mengucapkan keluhan?
Sama halnya dengan keluhan kita pada kebiasaan sulit bangun pagi dan betapa bosannya masuk di kelas yang 3 sks itu. Kita seharusnya banyak bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk bisa mencecap indahnya pendidikan. Banyak di luar sana yang jangankan untuk sekolah, sekedar untuk makan saja, banyak yang masih kesulitan. Bahkan untuk bernapas saja mereka berpikir. Haruskah aku membayar setiap oksigen yang kuhirup? Saking takutnya ia pada dunia yang kejam. Tapi nyatanya Tuhan begitu baik, memberikan nikmat yang luar biasa untuk kita. Tidakkah kita malu pada diri sendiri dengan keluhan yang kita ucapkan? Padahal ada hal yang jauh lebih bermanfaat dari pada mengeluh. Yaitu mensyukuri segala hal yang masih kita miliki. Sederhana, kan?
Bicara soal mengeluh, pernahkah teman-teman berpikir, bahwa ketika kita mengeluhkan hal-hal sepele, apa yang akan terjadi dengan lingkungan kita? Keluarga, teman kuliah atau rekan kerja? Pernakah terpikir, mereka akan mendengus dalam hati dan berkata, kau mengeluhkan sesuatu yang sejak awal menjadi pilihanmu. Bukankah itu terdengar lucu? Atau tidak bisakah dia sedikit lebih santai dan menjalankan saja apa yang sudah tergaris?
Percaya atau tidak, kita bisa memberikan energi positif maupun negatif pada orang-orang di sekitar kita melalui tindakan maupun ucapan kita. Sama halnya dengan mengeluh, kita menebar energi negatif pada orang-orang di sekitar kita. Kita mengeluh dan membuat diri kita semakin tidak berdaya karena keluhan itu, kita juga membuat mereka merasakan energi yang negatif dari kita. Bukankah kita sudah membuat 2 kali kerugian?
Sedikit menyinggung hal lain, lagi-lagi ini adalah insipirasi dari dosen di mata kuliah yang sama, aku pernah mendengarnya dari seseorang yang juga banyak terinspirasi dari dosen kami, beliau berkata: “ketika kita ingin ‘merekrut’ seseorang yang spesial, maka kita harus mempertimbangkan dua hal. Pertama, apakah orang tersebut bisa membuat kita bahagia. Kedua, apakah bersama dia, akan membuat kita menjadi lebih baik,”
Dari pernyataan tersebut, kita bisa merenung. Mungkinkah ada yang akan tertarik dan ‘merekrut’ kita sebagai seseorang dalam hidup mereka jika hal yang bisa kita lakukan adalah mengeluhkan hidup? Apakah kita akan membuat mereka bahagia dengan keluhan manja kita? Apakah kita bisa membuat mereka berubah menjadi lebih baik? Jangankan merubah mereka, kita saja susah untuk berubah. Apa iya, kita bisa merubah orang lain?
Maka dari sekarang, sudah saatnya bagi kita untuk bersabar dan bersyukur dengan segala apa yang kita miliki. Kita harus percaya, bahwa segala hal baik yang kita lakukan akan dibalas pula sepantas-pantasnya, sebaik-baiknya oleh Tuhan.
Mungkin teman-teman merasa, aku sudah melakukan banyak hal baik. Namun kenapa aku tidak mendapatkan balasan yang baik juga? Atau seperti ini aku sudah banyak sabar dan membantu banyak orang, tapi kenapa beban hidupku justru semakin berat? Kapan mereka akan balik membantuku?
Lagi-lagi bersabar adalah kunci dari masalah itu. Tuhan bisa jadi telah menyiapkan hal baik dan pertolongan untuk kita ketika kita benar-benar membutuhkan bantuan itu. Mungkin hal baik tidak terjadi secara langsung dan secepat kilat setelah kita menolong orang. Bisa jadi Tuhan telah jauh menyiapkan pertolongan ketika kita benar-benar dalam situasi yang sulit. Saat itulah pertolongan dan kemudahan datang. Bukankah Tuhan menjawab doa kita dalam 4 cara? Pertama, langsung dikabulkan saat itu juga. Kedua, ditunda waktunya. Ketiga, diganti dengan yang lebih baik. Keempat, tidak dikabulkan sama sekali. Bukankah kita percaya hal itu?
Ketika memang tidak dikabulkan, mungkin memang hal yang kita inginkan itu tidak baik untuk kita. Lagi-lagi, kita harus bersabar. Yakin, bahwa semua hal baik pasti akan dibalas sepantas-pantasnya.
Sama dengan perjuangan yang kita lakukan selama menjadi mahasiswa. Memang perjalanan yang kita lakukan tidaklah mudah. Banyak tantangan, ujian dan cobaan datang bertubi-tubi. Namun dengan kesabaran dan rasa syukur yang tiada henti, akan membawa kita menjadi pribadi yang jauh lebih baik.
Mulailah untuk tidak lagi mengeluhkan hal sekecil apapun itu.
Di akhir tulisan ini, sekali lagi, hidup sangatlah sederhana. Hidup adalah untuk kita jalani seindah mungkin, sebaik mungkin, agar membuat kita bahagia dan membuat hidup kita bermakna lagi berarti. Tidak hanya untuk kita tapi juga orang-orang yang terlibat di dalamnya. Tak mengapa lelah, asal lillah. Semua akan terasa ringan dan indah pada waktunya.
Semoga tulisan kali ini membawa inspirasi juga untuk teman-teman.
Salam hangat dari Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar