Assalamualaikum, sahabat blog!
Salam paling hangat kusampaikan dari
kota pelajar, Yogyakarta. Pagi ini aku menyempatkan duduk di hadapan laptop,
untuk berbagi sedikit inspirasi yang aku dapatkan ketika aku mengikuti salah
satu mata kuliahku di semester ini. Sesuai dengan judul pagi ini, mengenai
betapa sederhana sebenarnya hidup kita ini. Oh ya, untuk judul saja aku sudah
mengutip kata-kata dosen luar biasaku di mata kuliah tersebut.
Itu benar, teman-teman. Hidup kita sebenarnya
sangat sederhana. Kuncinya terletak pada dua kata ini: sabar dan syukur.
Seringnya kita mengeluhkan hal-hal
yang tidak seharusnya dikeluhkan. Bahkan untuk sesuatu yang terdengar sepele
atau sudah menjadi rutinitas kita setiap harinya. Seringnya kita mengeluhkan
betapa banyaknya tugas kuliah, ditambah kuis, UTS dan diakhiri dengan UAS. Kesibukan
di luar itu juga sudah menunggu, seperti kegiatan rapat pleno acara besar atau
rapat rutin organisasi. Banyak dari kita yang mengeluh lelah atau tidak punya
waktu bermain karena kesibukan itu.
Hal yang lebih kecil lagi, kita
sering mengeluhkan jadwal kuliah yang terlalu pagi. Padahal sudah bisa membuat
jadwal sendiri, tapi tetap saja ujung-ujungnya mendapat kelas pagi setiap hari.
Kita mengeluh dengan masalah tidak bisa
bangun pagi.
Kadang, ada juga keluhan yang membuat
tersenyum sendiri. Yaitu ketika beberapa dari kita mengeluh betapa lamanya
kelas 3 sks, hampir dua setengah jam mendengarkan dosen yang sama, duduk di
tempat yang sama dan dengan posisi yang sama. Aku akui, ini tidak mudah karena
bisa membuat bosan, mengantuk dan tidak konsentrasi lagi karena mahasiswa lain
mulai ribut.
Dari 3 contoh sederhana di atas, yang
sering terjadi pada orang lain, atau bahkan pernah kita alami sendiri, apakah
teman-teman pernah berpikir, bahwa sebenarnya keluhan yang terucap itu tidak
meringankan kelelahan, kebosanan dan kebiasan sulit bangun pagi itu?
Kita selalu punya pilihan dalam hidup
ini. Pada contoh pertama, kita mengeluhkan sesuatu yang menjadi risiko kita
sejak awal. Rutinitas kita setiap hari. Apakah dengan mengeluh kelelahan itu
akan terobati secara otomatis? Tentu tidak, kan? Sebenarnya kita punya pilihan
untuk mengatasi masalah itu. Pertama,
kita tetap menjalankan rutinitas itu dengan ikhlas dan sabar, mencoba untuk
mencintai rutinitas itu. Kedua, kita jalankan namun hanya setengah hati,
sehingga kita tidak mendapatkan apa-apa. Atau yang ketiga, kita tinggalkan semuanya
dan kita tidak akan pernah menjadi orang yang sukses karena kita enggan bekerja
keras. Pilihan yang cukup jelas, kan?
Pernahkah teman-teman berpikir bahwa
betapa indahnya hidup kita yang dipenuhi oleh kegiatan menyenangkan dan
produktif itu. Banyak di luar sana, anak muda seperti kita yang terkekang oleh
situasi dan keadaan, membuat mereka tidak bisa kuliah seperti kita. Tidak bisa
mencecap pendidikan yang layak karena masalah ekonomi yang tidak memungkinkan.
Atau bisa jadi, mereka yang terjerat oleh ketidakmampuan secara fisik untuk
melakukan banyak hal. Sedangkan kita, kita yang sehat dan diberi kemampuan oleh
Tuhan untuk menjadi generasi yang produktif, justru mengeluh dan tidak
bersyukur. Bagaimana jika Tuhan mencabut kenikmatan bernapas dan tubuh yang
sehat itu dari diri kita? Masih bisakah kita bahkan sekedar untuk mengucapkan keluhan?
Sama halnya dengan keluhan kita pada
kebiasaan sulit bangun pagi dan betapa bosannya masuk di kelas yang 3 sks itu.
Kita seharusnya banyak bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk bisa
mencecap indahnya pendidikan. Banyak di luar sana yang jangankan untuk sekolah,
sekedar untuk makan saja, banyak yang masih kesulitan. Bahkan untuk bernapas
saja mereka berpikir. Haruskah aku
membayar setiap oksigen yang kuhirup? Saking takutnya ia pada dunia yang
kejam. Tapi nyatanya Tuhan begitu baik, memberikan nikmat yang luar biasa untuk
kita. Tidakkah kita malu pada diri sendiri dengan keluhan yang kita ucapkan?
Padahal ada hal yang jauh lebih bermanfaat dari pada mengeluh. Yaitu mensyukuri
segala hal yang masih kita miliki. Sederhana, kan?
Bicara soal mengeluh, pernahkah
teman-teman berpikir, bahwa ketika kita mengeluhkan hal-hal sepele, apa yang
akan terjadi dengan lingkungan kita? Keluarga, teman kuliah atau rekan kerja? Pernakah
terpikir, mereka akan mendengus dalam hati dan berkata, kau mengeluhkan sesuatu yang sejak awal menjadi pilihanmu. Bukankah itu
terdengar lucu? Atau tidak bisakah
dia sedikit lebih santai dan menjalankan saja apa yang sudah tergaris?
Percaya atau tidak, kita bisa
memberikan energi positif maupun negatif pada orang-orang di sekitar kita
melalui tindakan maupun ucapan kita. Sama halnya dengan mengeluh, kita menebar
energi negatif pada orang-orang di sekitar kita. Kita mengeluh dan membuat diri
kita semakin tidak berdaya karena keluhan itu, kita juga membuat mereka
merasakan energi yang negatif dari kita. Bukankah kita sudah membuat 2 kali
kerugian?
Sedikit menyinggung hal lain,
lagi-lagi ini adalah insipirasi dari dosen di mata kuliah yang sama, aku pernah
mendengarnya dari seseorang yang juga
banyak terinspirasi dari dosen kami, beliau berkata: “ketika kita ingin ‘merekrut’
seseorang yang spesial, maka kita harus mempertimbangkan dua hal. Pertama,
apakah orang tersebut bisa membuat kita bahagia. Kedua, apakah bersama dia,
akan membuat kita menjadi lebih baik,”
Dari pernyataan tersebut, kita bisa
merenung. Mungkinkah ada yang akan tertarik dan ‘merekrut’ kita sebagai seseorang dalam hidup mereka jika hal
yang bisa kita lakukan adalah mengeluhkan hidup? Apakah kita akan membuat
mereka bahagia dengan keluhan manja kita? Apakah kita bisa membuat mereka
berubah menjadi lebih baik? Jangankan merubah mereka, kita saja susah untuk
berubah. Apa iya, kita bisa merubah orang lain?
Maka dari sekarang, sudah saatnya
bagi kita untuk bersabar dan bersyukur dengan segala apa yang kita miliki. Kita
harus percaya, bahwa segala hal baik yang kita lakukan akan dibalas pula
sepantas-pantasnya, sebaik-baiknya oleh Tuhan.
Mungkin teman-teman merasa, aku sudah melakukan banyak hal baik. Namun kenapa
aku tidak mendapatkan balasan yang baik juga? Atau seperti ini aku sudah banyak sabar dan membantu banyak
orang, tapi kenapa beban hidupku justru semakin berat? Kapan mereka akan balik
membantuku?
Lagi-lagi bersabar adalah kunci dari
masalah itu. Tuhan bisa jadi telah menyiapkan hal baik dan pertolongan untuk
kita ketika kita benar-benar membutuhkan bantuan itu. Mungkin hal baik tidak
terjadi secara langsung dan secepat kilat setelah kita menolong orang. Bisa
jadi Tuhan telah jauh menyiapkan pertolongan ketika kita benar-benar dalam
situasi yang sulit. Saat itulah pertolongan dan kemudahan datang. Bukankah
Tuhan menjawab doa kita dalam 4 cara? Pertama, langsung dikabulkan saat itu
juga. Kedua, ditunda waktunya. Ketiga, diganti dengan yang lebih baik. Keempat,
tidak dikabulkan sama sekali. Bukankah kita percaya hal itu?
Ketika memang tidak dikabulkan,
mungkin memang hal yang kita inginkan itu tidak baik untuk kita. Lagi-lagi,
kita harus bersabar. Yakin, bahwa semua hal baik pasti akan dibalas
sepantas-pantasnya.
Sama dengan perjuangan yang kita
lakukan selama menjadi mahasiswa. Memang perjalanan yang kita lakukan tidaklah
mudah. Banyak tantangan, ujian dan cobaan datang bertubi-tubi. Namun dengan
kesabaran dan rasa syukur yang tiada henti, akan membawa kita menjadi pribadi
yang jauh lebih baik.
Mulailah untuk tidak lagi mengeluhkan
hal sekecil apapun itu.
Di akhir tulisan ini, sekali lagi,
hidup sangatlah sederhana. Hidup adalah untuk kita jalani seindah mungkin,
sebaik mungkin, agar membuat kita bahagia dan membuat hidup kita bermakna lagi
berarti. Tidak hanya untuk kita tapi juga orang-orang yang terlibat di
dalamnya. Tak mengapa lelah, asal lillah.
Semua akan terasa ringan dan indah pada waktunya.
Semoga tulisan kali ini membawa
inspirasi juga untuk teman-teman.
Salam hangat dari Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar